Oleh : Drs. H. Didin Sirojuddin AR, M. Ag
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(QS Al-‘Alaq/96: 1-5)
“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.”
(QS Al-Qalam/68: 1)
Katakanlah: “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
(QS Al-Kahf/18: 109)
“Seandainya
pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya
tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah.
Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
(QS Luqman/31: 27)
“Allah telah menciptakan nun, yakni dawat (tinta).”
(HR Abu Hatim dari Abu Hurairah)
Setelah Allah menciptakan nun, yakni dawat (tinta) dan telah menciptakan pula kalam (pena), lantas Dia bertitah: “Tulislah!” Jawab kalam: “Apa yang hamba tulis?” Jawab Allah:
“Tulislah semua yang ada sampai hari kiamat.”
(HR Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas)
Yang mula-mula diciptakan Allah ialah kalam, lalu diperintahkan Allah supaya dia menulis.
Maka bertanyalah dia kepada Tuhan: “Apa yang mesti hamba tuliskan, ya Rabbi?” Allah menjawab:
“Tulislah segala apa yang telah Aku takdirkan sampai akhir zaman.”
(HR Imam Ahmad bin Hanbal dari A-Walid bin Ubbadah bin Samit)
2
“Ikatlah ilmu dengan tulisan! Ilmu itu adalah buruan, tulisan adalah talinya”
(HR Tabrani dalam Al-Kabir)
“Ilmu adalah buruan, tulisan adalah talinya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kukuh!”
(Imam Syafi’i)
Kepada orang yang mengeluhkan kesulitan hapalannya, Rasulullah SAW menasihatkan:
“Bantulah dengan tangan kananmu untuk memperkuat hapalanmu.”
(HR Turmuzi)
“Khat yang indah menambah kebenaran semakin nyata.”
(HR Dailami dalam Musnad al-Firdaus)
“Di antara kewajiban orangtua atas anaknya adalah: mengajarinya menulis,
memperbagus namanya, dan mengawinkannya apabila telah dewasa.”
(HR Ibnu Najjar)
Kepada sekretarisnya Rasulullah SAW menyarankan:
“Apabila engkau menulis, taruhlah pulpenmu di telingamu, karena cara itu memberimu konsentrasi penuh.”
(HR Ibnu Asakir di dalam Tarikhnya)
Kepada sekretarisnya, Muawiyah ra, Rasulullah SAW menyarankan: “Tuangkan tinta, raut-miringkan pena, tepatkan posisi ba’, renggangkan sin, jangan sumbat mim, indahkanlah Allah,
panjangkan Ar-Rahman, dan baguskan Ar-Rahim.”
(HR Al-Qadi Iyad dari Ibnu Abi Sufyan dalam Al-Syifa’)
Kepada
Abdullah Rasulullah SAW mengingatkan: “Wahai Abdullah, renggangkan
jarak spasi, susunlah huruf dalam komposisi, peliharalah proporsi
bentuk-bentuknya, dan berilah setiap huruf hak-haknya.”
(Al-Hadis)
“Barangsiapa meninggal dunia, sedangkan warisannya adalah catatan dan tinta, ia niscaya masuk surga.”
(HR Dailami dalam Irsyad al-Qulub)
“Barangsiapa meraut pena untuk menulis ilmu, maka Allah akan memberinya pohon di syurga
yang lebih baik daripada dunia berikut seluruh isinya.”
(Al-Hadis)
3
“Khat
/kaligrafi adalah tulisan huruf Arab tunggal atau bersusun yang
berpedoman kepada keindahan sesuai dengan sumber-sumber dan
peraturan-peraturan seni yang telah diletakkan dasar-dasarnya
oleh para tokoh di bidangnya.”
(Muhammad Tahir al-Kurdi al-Makki dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)
“Kaligrafi adalah tradisi yang diperindah gerakan jemari dengan pena
berdasarkan kaedah-kaedah khusus.”
(Muhammad Tahir al-Kurdi al-Makki dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)
“Khat/kaligrafi
adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal,
letak-letaknya, dan tatacara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang
tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis, bagaimana cara
menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis,
serta menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara menggubahnya.”
(Syeikh Syamsuddin al-Akfani dalam Irsyad al-Qasid bab “Hasyr al-Ulum”)
“Kaligrafi
itu tersirat dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung
banyak latihan, dan kelanggengannya pada pengamalan agama Islam.”
(Ali bin Abi Talib)
“Keindahan kaligrafi tersembunyi dalam pengajaran guru, tegak profesionalnya tergantung banyak latihan
dan menyusun komposisi, dan kelanggengannya bagi seorang muslim adalah dengan
meninggalkan segala larangan dan menjaga salat, padahal asal-usulnya hanyalah
mengetahui huruf tunggal dan huruf sambung.”
(Ali bin Abi Talib)
“Kaligrafi adalah arsitektur spiritual walaupun lahir dengan perabot kebendaan.”
(Euclides)
“Kaligrafi
adalah ilmu ukur spiritual yang diekspresikan melalui peralatan
material. Apabila engkau perbagus penamu, berarti kau perbagus
kaligrafimu; namun apabila engkau abaikan penamu,
berarti telah kau abaikan kaligrafimu.”
(Aminuddin Yaqut al-Musta’simi dari Bani Abbas)
“Tulisan adalah lidahnya tangan, karena dengan tulisan itulah tangan berbicara.”
(Ubaidullah bin Abbas)
4
“Kaligrafi itu lembut seperti awan yang berarak-arakan dan gagah seperti naga yang sedang marah.”
(Wang Hsichih)
“Kaligrafi adalah pengikat akal pikiran.”
(Plato)
“Kaligrafi itu adalah akar dalam ruh walaupun lahir melalui peralatan materi.”
(Al-Nazzam)
“Pena bagi seorang penulis bagaikan pedang bagi seorang pemberani.”
(Ibnu Hammad)
“Akal manusia utama berada di ujung penanya.”
(Garar al-Hikam)
“Kalau bukan karena pena, dunia tidak akan berdiri, kerajaan tidak akan tegak.”
(Iskandar Zulkarnain dari Macedonia)
“Kaligrafi adalah lukisan dan bentuk harfiyah yang menunjukkan kepada kalimat yang didengar
yang mengisyaratkan apa yang ada di dalam jiwa.”
(Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah)
“Persoalan agama dan dunia berada di bawah dua hal: pena dan pedang. Pedang berada di bawah pena.”
(Raja-raja Yunani dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)
“Apabila, suatu hari, para pahlawan pemberani bersumpah
Dengan pedang mereka sambil menghunuskannya:
Demi keagungan, demi kemuliaan.
Cukuplah pena penulis sebagai kemuliaan dan ketinggian sepanjang abad,
Sebagaimana Allah pernah bersumpah: demi kalam!”
(Abu al-Fath al-Busti dalam Seni Kaligrafi Islam)
“Kaligrafi adalah produk kebudayaan yang menguat dengan kekuatan kebudayaan
dan melemah dengan lemahnya kebudayaan.”
(Abdul Fattah Ubbadah dalam Intisyar al-Khat al-‘Arabi fil ‘Alam al-Syarqi wal ‘Alam al-Gharbi)
5
“Apabila kata-kata merupakan makna yang bergerak, sebaliknya tulisan adalah makna yang bisu.
Namun, kendatipun bisu, ia melakukan perbuatan bergerak karena isinya yang mengantarkan penikmatnya kepada pemahaman.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)
“Alquran adalah yang pertama kali mengangkat mercusuar kaligrafi Arab.”
(Abdul Fattah Ubbadah dalam Intisyar al-Khat al-‘Arabi fil ‘Alam al-Syarqi wal ‘Alam al-Gharbi)
“Alat
kata-kata adalah lidah, sedangkan alat tulisan adalah pena atau
kalam. Keduanya berbuat untuk kepentingan satu sama lain guna
mengekspresikan makna-makna final.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)
“Satu
gaya kaligrafi sudah ditentukan secara ketat aturan-aturannya.
Keserasian antar huruf, merangkai, komposisi, sentakan, bahkan jarak
spasi mesti diukur dengan serasi. Jika tidak, hasilnya ngawur.”
(Prof. H.M. Salim Fachry, nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)
“Khusus
bagi para pelukis yang kurang mengenal tulisan Arab dihimbau agar
hendaknya meneliti lebih cermat khususnya ayat-ayat Alquran, juga
teks-teks Arab lainnya sebelum digalok dengan lukisan mereka. Dengan
demikian, tidak akan terjadi salah tulis atau kekeliruan imla’”
(K.H.M. Abd. Razaq Muhili ,nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)
“Tulisan jelek, jika diikuti oleh kaedah imla’iyah
yang betul masih bisa dimaafkan. Sebaliknya, jika kekeliruan terletak
pada kaedah imla’iyah, maka itu barulah benar-benar suatu kesalahan.
Bahayanya, jika itu terjadi pada penulisan ayat-ayat Alquran, sebab
akan menyimpang dari arti yang sesungguhnya.”
(K.H.M. Abd. Razaq Muhili, nasihat kepada muridnya, D. Sirojuddin AR)
“Kaligrafi dianggap benar apabila memiliki lima prinsip disain, yaitu: taufiyah (selaras), itmam (tuntas, unity), ikmal (sempurna, perfect), isyba’ (paralel, proporsi), dan irsal (lancar, berirama).”
(Ibnu Muqlah dalam Subhul A’sya)
“Tata letak yang baik (husnul wad’i) kaligrafi menghendaki kepada perbaikan empat hal, yaitu: tarsif (formasi teratur seimbang, balance), ta’lif (tersusun, arranged), tastir (selaras, beres, regular), dan tansil (maksudnya bagaikan pedang atau lembing saking indahnya, excellent).”
(Ibnu Muqlah dalam Subhul A’sya)
6
“Seperempat tulisan ada pada hitam tintanya,
Seperempat: indahnya hasil cipta penulisnya.
Seperempat datang dari kalam,
Engkau serasikan potongannya.
Dan pada kertas-kertas,
Muncul nilai keempat.”
(Senandung Putaran Empat Perempat dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis Jld. 7)
“Hendaknya kamu belajar kaligrafi yang bagus, karena dia termasuk kunci-kunci rezeki.”
(Ali bin Abi Talib)
“Pelajarilah kaligrafi yang betul,
Wahai orang yang memiliki akal budi,
Karena kaligrafi itu tiada lain
Dari hiasan orang yang berbudi pekerti.
Jika engkau punya uang,
Maka kaligrafimu adalah hiasan.
Tapi jika kamu butuh uang,
Kaligrafimu, sebaik-baik sumber usaha.”
(Al-Hafizh Usman dari Turki Usmani)
“Kaligrafi adalah harta simpanan si fakir dan hiasan Sang Pangeran.
Betapa kerap kaligrafi benar-benar menambah kejelasan dengan kekuatan mengelokkan tinta.”
(Syair Arab dalam Disain Pelajaran Kursus Kaligrafi I)
“Kaligrafi
akhirnya jadi lapangan bisnis yang luas dan mendapat tempat yang
istimewa yang belum pernah dicapai sebelumnya, baik di kalangan
periklanan, informatika, maupun brosur-brosur niaga
dan lembaga-lembaga non profit yang menyebar dengan aneka warna.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)
“Muliakanlah anak-anakmu dengan belajar menulis, karena tulisan adalah perkara paling penting
dan hiburan paling agung.”
(Ali bin Abi Talib)
“Seorang kaligrafer jenius melihat pada apa-apa yang tidak kelihatan oleh para kaligrafer biasa.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)
7
“Kaligrafi,
dia adalah lukisan huruf, posisinya tidak pernah mandek, bahkan terus
berkembang menyusuri waktu. Maka, kita sekarang tidak lagi menulis
khat Kufi primitif yang ditulis orang Arab dulu-dulu.
Kita telah terbiasa dengan tulisan yang telah banyak berkembang melintasi
masa-masa Islam yang saling berganti.”
(Kamil al-Baba dari Libanon dalam Ruh al-Khat al-‘Arabi)
“Saya tidak mau menghambat dinamika atau dynamic dari kaligrafi, form of kaligrafi
itu. Tetapi saya bisa bebas dengan hanya menggambar karakter huruf itu
saja, ada yang melengkung, ada yang tegak, ada yang ke kiri, ada yang
ke kanan, dengan titik, dengan lengkungan-lengkungan yang sangat
ekspresif.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)
“Dengan mengambil tulisan Arab itu, sudah dibawa kita kepada ikon tertentu, dunia tertentu,
yaitu spiritual, meditatif, kontemplatif….”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)
“Huruf bagi saya adalah materia hidup yang saya olah sekehendak saya kapan saya mau.”
(Naja al-Mahdawi dari Tunisia dalam Fikrun wa Fannun)
“Semua huruf, bila engkau perhatikan,
Maka bagian-bagiannya tersusun dari noktah.
Bentuk seluruh huruf terambil
Dari satu bentuk alif yang dibolak-balik.
Sehingga engkau lihat bangunannya
Memiliki rumus-rumus yang menyeluruh.
Maka, pandanglah dengan mata hati
Supaya engkau memperoleh pelajaran.”
(Syair Arab dalam Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru)
“Melukis
bagi saya adalah hiburan. Apalagi saat huruf-huruf Alquran itu
senyawa dengan cat, terasa ada nilai plus dan kenikmatan luarbiasa.
Lebih nikmat daripada sekedar curat-coret dengan tinta cina hitam di
atas kertas putih. Saya sadar, seorang khattat harus juga seorang pelukis. Harus….”
(D. Sirojuddin AR dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis, Jld. 7)
“Sesungguhnya aku melukis kaligrafi dan tidak menulisnya.”
(Muhammad Sa’ad Haddad dari Mesir dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)
8
“So, I sacrified myself, saya
batasi ekspresi-ekspresi bebas saya itu, tapi saya kembalikan kepada
nilai-nilai yang saya bisa gali secara lebih banyak dan secara lebih
berbobot dari Alquran itu sendiri…. Saya menanam ke dalam
lukisan-lukisan suatu konsep berfikir atau suatu nilai-nilai lain yang
filosofis, yang membuat orang itu bisa lebih menikmatinya. Aesthetic pleasure dan ethical pleasure together.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)
“Tampilan
kaligrafi harus hidup dan bergerak, sebagaimana sebagian huruf ingin
saling rangkul atau bebas ketika sedang berpegangan atau saling sokong
satu sama lain. Apabila bentuknya miskin dari sifat dinamis tersebut,
menjadilah ia kering dan membosankan mata. Sebaliknya, engkau pasti
ingin melihat yang bentuknya menyenangkan, sangat elok, atau memberi
kesan penuh khayal.”
(Hassan Massoudy dari Perancis dalam Hassan Massoudy Calligraphe)
“Sebuah
lukisan akan memiliki nilai plus dengan penyusupan unsur kaligrafi ke
dalamnya. Jika temanya ayat-ayat Alquran, maka nilai plus itu akan
terasa semakin agung, karena memancarkan pesan-pesan suci yang dalam
yang dapat dijadikan bahan renungan, baik oleh pelukis
maupun orang lain yang jadi peminatnya.”
(D. Sirojuddin AR dalam Belajar Kaligrafi: Terampil Melukis, Jld. 7)
“Keindahan
kaligrafi adalah anugerah Allah dan setiap kaligrafer telah
mendapatkan bagiannya masing-masing berdasarkan pembagian Allah.
Maka, tidak boleh saling bertarung dengan karya orang lain atau
mengejek akibat salah paham, karena itu semua adalah bagiannya yang
diterimanya dari Allah.”
(Sayid Abdul Kadir Abdullah bergelar Haji Zaid dari Mesir dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)
“Aku
melihat bahwa manusia tidak menggores suatu tulisan di suatu hari,
kecuali besoknya berkata: Kalau ini dirubah tentu lebih baik, kalau
ditambah ini dan itu pasti lebih bagus lagi, kalau ini yang
didahulukan mungkin lebih afdal, bila ini ditinggalkan pasti lebih
indah. Ini ungkapan paling sering,
dan hanya menunjukkan rasa kekurangan pada kebanyakan manusia.”
(Al-Imad al-Asfahani dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)
“Prestasi
seni rupa Muslim yang sukses luarbiasa, terbesar dan paling akrab
dengan jiwa kaum Muslim adalah kaligrafi (seni menulis indah). Kaum
Muslimin memilih kaligrafi sebagai media utama pernyataan rasa
keindahannya karena tak ada bentuk seni lainnya yang mengandung
abstraksi
yang demikian lengkap dan mutlak.”
(Isytiaq Husain Quresyi dalam Seni di dalam Peradaban Islam)
9
“Kaligrafi adalah kebun raya ilmu pengetahuan.”
(Abu Dulaf al-‘Ajli dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)
“Kaligrafi
adalah seni suci, karena dengan kaligrafi inilah Alquran, wahyu Allah
diteruskan kepada manusia…. Kaligrafi Arab juga mempunyai makna
estetis ikonographis dalam seni peradaban Islam.”
(M. Abdul Jabbar Beg dalam Seni di dalam Peradaban Islam)
“Pena adalah kendaraan kecerdikan. Dengan tangis pena, buku-buku tersenyum.”
(Al-Utabi dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)
“Tetesan airmata seorang gadis cantik di pipinya tidaklah lebih indah daripada tetesan tinta di pipi buku.”
(Ahmad bin Yusuf dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)
“Jangan kalian sangka bahwa keindahan kaligrafi membahagiakan saya,
Tidak pula kedermawanan kedua telapak tangan Si Hatim Al-Tha’i.
Saya hanya membutuhkan satu hal,
Yaitu untuk memindahkan noktah huruf kha’ kepada tha’.”
(Syair Arab dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)
Khat=tulisan, hazh=penghasilan
“Wahai
para penulis, berlomba-lombalah dalam memperindah aspek-aspek sastra,
pahamilah agama, mulailah dengan mempelajari ilmu kitab Allah lalu
bahasa Arab, karena ia menjadi pemanis bahasamu, kemudian perbaikilah
tulisanmu karena ia sebagai penghias kitab-kitabmu, riwayatkanlah
syair-syair, kenalilah keunikan dan makna-maknanya, kenalilah
hari-hari orang Arab dan non Arab, kejadian-kejadian dan perjalanan
hidup mereka karena yang demikian akan mendukung tercapainya
cita-citamu.”
(Abu Hamid al-Katib, wasiat kepada orang-orang seprofesinya dalam Al-Balaghah al-Wadihah)
“Di dalam kebenaran ada kebaikan dan keindahan, di dalam keindahan ada kebenaran dan kebaikan.”
(Dany Huisman dalam ‘Ilm al-Jamal)
“Alquran
turun bukan berdasarkan huruf, tapi bunyi. Sedangkan huruf-hurufnya
datang dan dimodifikasi setelah Alquran turun. Dan huruf itu mengikuti
pola-pola bunyi, bukan bunyi mengikuti huruf. Maka, huruf berhak
untuk diubah-ubah, sementara bunyi Alquran tidak bisa diubah-ubah.
Sekiranya mazhab-mazhab kaligrafi itu bertambah subur, maka itulah
kondisi yang lebih bagus.”
(D. Sirojuddin AR dalam Jurnal Islam 2001)
10
“Kaligrafi,
agaknya, sangat mudah membias pada seluruh karya seni bahkan segala
perabotan yang serba Islami. Dan, anak-anak muda seperti sangat
‘keranjingan’ terhadap kegiatan yang serba kaligrafi.”
(D. Sirojuddin AR dalam Seni Kaligrafi Islam)
“Karena
tulisan itu mempunyai dua aspek: aspek komunikatif dan aspek
ekspresif…. Kedua aspek ini dalam sebuah lukisan saya menjadi satu dan
tidak bisa dipisahkan…. Keduanya simultan lahir di dalam kanvas dan
saling mendukung secara struktur.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)
“Penjelasan
di lidah, kaligrafi di penjelasan. Kaligrafi adalah salahsatu dari
dua lidah, keindahannya adalah salahsatu dari dua kefasihan. Sungguh
mengagumkan: pena minum kegelapan dan melafalkan cahaya.”
(Abdul Hamid al-Katib dalam Al-Balaghah al-Wadihah)
“Kaligrafi
adalah lidahnya tangan, kecantikan rasa, duta akal, penasihat
pikiran, senjata pengetahuan, penjinak saudara dalam pertikaian, kawan
bicara jarak jauh, penyimpan rahasia, dan gudang rupa-rupa
permasalahan.”
(Ibrahim bin Muhammad al-Syaibani dalam Tarikh al-Khat al’Arabi wa A’lam al-Khattatin)
“Seorang
penulis kaligrafi membutuhkan atribut, di antaranya adalah bagusnya
rautan kalam, pemanjangan ruasnya, tingkat kemiringan potongannya;
kepiawaiannya menggoyang jemari, menorehkan tinta menurut kadar
kelebaran huruf, menjaganya dari kekosongan tinta, penutulan tanda
baca pada khat serta peneraan noktah untuk teks, sampai keserasian
goresan dan manisnya penggalan sub-sub.”
(Al-Hasan bin Wahab dalam Falsafatu al-Fann ‘inda al-Tauhidi)
“Agama
Islam melarang untuk merepresentasikan wajah Allah atau Nabi Muhammad
dan tubuh manusia dalam beberapa situasi. Karena itu, kaligrafi
menjadi elemen dekorasi paling dasar
di masjid dan seluruh monumen yang lain.”
(Georges Jean dalam Writing The Story of Alphabets and Scripts)
“Seorang
kaligrafer sebaiknya mengerti bahasa Arab. Pemahaman bahasa Arab itu
menjadi lebih penting, karena hampir semua kaligrafer, dengan
sendirinya, akan berhubungan dengan Alquran.
Salah titik saja, bisa berakibat fatal.”
(D. Sirojuddin AR dalam Republika 1995)
11
“Tidak hanya menggoreskan pena atau mencampur warna, saya juga telah menganggap khat
sebagai ilmu pengetahuan yang harus ditekuni dengan sepenuh hati dan
akal. Ternyata, yang saya temukan hanyalah pertanda bahwa ilmu Allah
itu memang tidak pernah kering.”
(D. Sirojuddin AR dalam Panji Masyarakat 1999)
“Gagasan
untuk menggoreskan pena atau kuas seakan-akan tidak habis-habisnya.
Terus-menerus terbuka kemungkinan baru untuk berekspresi. Huruf-huruf
Arab seakan menjadi materi hidup
yang sangat plastis dan acapkali di luar perhitungan.
Di depan kanvas, saya seolah-olah berada di tengah padang yang tak bertepi.”
(Didin Sirojuddin AR dalam Panji Masyarakat 1999)
“Kaligrafi kekal sepanjang masa setelah kepergian penulisnya,
meskipun penulis kaligrafi terpendam di bawah tanah.”
(Al-Hafizh Usman dari Turki Usmani dalam Koleksi Karya Master Kaligrafi Islam)
“Telah pupus raja kaligrafi,
Pena-pena melipatkan benderanya karena duka atas kepergiannya.
Dan melipatgandakan keluh tempat berpijak,
Setelah kemegahan lama tergenggam di tangannya.
Karena itu telah kukatakan di dalam tarikhnya:
Zuhdi telah meninggal, semoga rahmat Allah atasnya.”
(Syair atas kepulangan al-khattat Abdullah Zuhdi dari Turki Usmani dalam Al-Wasit fil Adab al-‘Arabi wa Tarikhikhi)
“Pabila setengahmu hapus nyawa nangislah sisanya,
Sebab satu sama lain akrab senantiasa.
Bukan ku ‘lah muak hidup di dunia
Tapi, kepalang kudipercaya sumpah mereka
Maka, cerailah tangan kananku tercinta.
Kujual kepada mereka agamaku dengan duniaku,
Namun mereka halau aku dari dunia mereka
Sesudah mereka gasak agamaku.
Kugoreskan kalam sekuat tenagaku ‘tuk melindungi nafas-nafas mereka.
Duhai malangnya…. bukannya mereka melindungiku!
Tiada ni’mat dalam hidup ini
Sesudah senjata kananku pergi tiada arti.
12
Duh hayatku nan malang tangan kananku telah hilang.
Hilanglah, segala arti tergusur hilang.”
(Ibnu Muqlah sesudah tangan kanannya dipotong karena fitnah dalam Al-Wasit fil Adab al-‘Arabi wa Tarikhikhi)
“Dengan
bisa membaca dan bisa menulis itu, sebenarnya manusia tidak boleh
bodoh. Manusia itu harus bisa mengembangkan pengetahuan. Harus
mempergunakan otaknya…. harus mempergunakan akalnya supaya selalu
memperbaiki keadaan. Meningkatkan (kualitas) nilai yang ada dalam
kehidupan ini.”
(A.D. Pirous dalam A.D. Pirous: Vision, Faith and Journey in Indonesian Art, 1955-2002)
“Kaligrafi
secara umum memiliki tiga sifat yang berturut-turut tergantung
kepentingannya, yaitu: jelas bacaannya, mudah menuliskannya, dan
indah tampilannya.”
(Habibullah Fada’ili dari Syria dalam Atlas al-Khat wal Khutut)
“Kaligrafi
termasuk unsur rupaka dilihat dari watak-wataknya secara umum yang
menentukan kesanggupannya mengekspresikan gerak dan akumulasi. Gerak
di sini adalah gerak-gerak tarian orisinal secara bebas. Sedangkan
akumulasi atau penyusunan huruf sebagai unsur ornamen tergambar dalam
tipe-tipe menukik, memutar, bergerak berkeliling secara bebas, dan
menyentak.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)
“Di antara kesempurnaan tulisan adalah saat penulis membebaskan tempat-tempat
yang dapat menimbulkan kekeliruan dalam membaca.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)
“Setiap kali aku menggores sebuah baris, hilanglah satu baris dari umurku.”
(Sayid Ibrahim dari Mesir dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa A’lam al-Khattatin)
“Tangan kaligrafer menuntunnya ke surga karena menulis ayat-ayat Alquran.”
(Mus’ad Mustafa Khudir al-Bursaid dari Mesir dalam Koleksi Karya Master kaligrafi Islam)
“Seorang khattat,
ketika pikirannya sedang kosong saat berkarya, ia mengembalikan
pandangan kepada tulisannya secara bebas, hingga dapat melihatnya
dengan gambaran yang bukan gambaran sebelumnya dan mampu menilai
sendiri tulisan dan dirinya.”
(Fauzi Salim Afifi dari Mesir dalam Silsilatu Ta’lim al Khat al-‘Arabi: Dalil al-Mu’allim)
13
“Kehadiran
sanggar-sanggar dan aktivitas kaligrafi yang tambah semarak menuntut
kehadiran para guru dan pembina kaligrafi yang profesional. Guru atau
pembina yang ‘sekedar bisa’ atau ‘asal tahu’, untuk saat ini, sudah
tidak memenuhi syarat lagi karena akan terseret-seret oleh anak-anak
muda
yang terus bergerak maju.”
(D. Sirojuddin AR dalam Cara Mengajar Kaligrafi: Pedoman Guru)
“Kaligrafi
Arab merupakan jenis tulisan yang elastis, tampil dengan bentuk
keindahan yang sensitif. Seperti dalam kaligrafi Cina, seorang
kaligrafer dalam seni khat memiliki daya sensitivitas yang
tinggi di samping kepandaian teknik menulis. Maka, nilai pribadi
seniman tampak pada setiap jenis karya seni khat yang menjadi sumber pertumbuhan dari gaya dalam kaligrafi Arab.”
(Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia)
“Haruslah
lahir nuansa-nuansa baru yang memperkuat penciptaan yang lebih
menyeluruh, sehingga kelenturan kaligrafi dapat dibuktikan dalam
kemungkinan-kemungkinan mengolah dari visi-visinya yang pusparagam.
Arus perkembangan ini akan bergerak terus tanpa bisa dibendung.”
(D. Sirojuddin AR dalam Dinamika Kaligrafi Islam)
“Yang pertamakali menerakan Basmalah di awal tulisannya adalah Nabi Sulaiman as. Orang-orang Arab sendiri dalam pembuka kitab-kitabnya mengucapkan Bismika Allahumma hingga turun ayat dalam surat Hud Bismillahi majreha wa mursaha, maka Rasulullah SAW pun menuliskannya sampai turun ayat Qul ud’ullaha awid’ur Rahmana… dalam surat Al-Isra’ atau Bani Isra’il. Setelah itu, turunlah ayat Innahu min Sulaimana wa innahu Bismillahir Rahmanir Rahim yang selanjutnya menjadi amalan yang disunnahkan.”
(Naji Zainuddin dari Irak dalam Musawwar al-Khat al-‘Arabi)
“Seni
iluminasi adalah jembatan antara seni kaligrafi dan seni lukis.
Walaupun berhubungan dengan kaligrafi, seni lukis (di dunia Islam)
dianggap seni yang lamban dan kedudukan pelukis tidaklah
seranking dengan kaligrafer.”
(Philip Bamborough dalam Treasure of Islam)
“Kaligrafi itu seperti lukisan atau musik yang menuntut kesiapan khusus yang tidak bisa diterima oleh
semua orang. Di antara seribu kaligrafer Turki, paling-paling bisa kita sebut sepuluh orang
yang memiliki keunggulan dalam keindahan kaligrafinya.”
(Celal Esad Arseven dalam Al-Lauhat al-Khattiyah fi al-Fan al-Islami)
14
“Kaligrafi disebut bagus apabila bentuk-bentuk hurufnya indah, dan disebut buruk
apabila bentuk-bentuk hurufnya jelek.”
(Naji Zainuddin dari Irak dalam Musawwar al-Khat al-‘Arabi)
“Keindahan
kaligrafi Arab lebih banyak berbicara pada hiasan arsitektur.
Kemegahan masjid-masjid besar di negara-negara Islam tidak hanya
terletak pada konsep disain arsitekturnya,
tetapi juga pada nilai dekoratifnya.”
(Wiyoso Yudoseputro dalam Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia)
“Kita
dapat memastikan, bahwa membentuk seorang kaligrafer lebih sulit
daripada membentuk seorang pelukis. Meskipun pelukis telah mencapai
tingkat kemampuan, ia takkan sanggup meniru sebuah karya kaligrafi
yang indah apabila belum menguasai kaedah penulisan khat yang benar.”
(Celal Esad Arseven dalam Al-Lauhat al-Khattiyah fi al-Fan al-Islami)
“Bagusnya rautan kalam adalah setengah khat, dan
mengetahui tatacara memotongnya adalah setengah sisanya. Karena
sesungguhnya, setiap gaya khat mempunyai potongan tersendiri.”
(Al-Maqri al-‘Ala’i dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)
“Barangsiapa
kurang bagus caranya menorehkan tinta, meraut dan memotong kalam,
memposisikan kertas, dan mengatur gerakan tangan waktu menulis,
berarti dia sedikit pun tidak mengerti cara menulis.”
(Al-Maqri al-‘Ala’i dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)
“Penguasaan khat adalah indahnya rautan.”
(Ibnu Muqlah dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)
“Khat seluruhnya adalah kalam.”
(Al-Dahhak bin Ajlan dalam Tarikh al-Khat al-‘Arabi wa Adabihi)